BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Pada remaja saat ini, merokok
merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap
dapat memberikan kenikmatan bagi perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan
dampak buruk bagi perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai
kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif pada tubuh
penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatar
belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs)
untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap
perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive)
(Joemana, 2004).
Hal ini sejalan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan di depan orang lain,
terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertatik kepada
kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.
Terdapat banyak alasan yang
melatarbelakangi remaja untuk merokok. Secara umum berdasarkan kajian Kurt Lewin,
merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku
merokok selain disebabkan dari faktor lingkungan juga disebabkan oleh faktor
diri atau kepribadian.
Merokok dari SMP sampai sekarang itu
karena faktor kebiasaan, karena jika seseorang sudah biasa dengan suatu
aktivitas/perbuatan yang di jalaninya sejak lama / sejak kecil maka akan
terbawa sampai dia dewasa.
Menurut Ogawa (skripsiqu,2006)
dahulu rokok disebut sebagai suatu “kebiasaan” atau “ketagihan”. Dewasa ini
merokok disebut sebagai “Tobacco Depedency” atau ketergantungan pada
tembakau. Ketergantungan pada tembakau atau tobacco dependence
didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih
dari ½ bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan
oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.
Menurut Nawawi (2005) merokok
merupakan hak asasi manusia, namun merokok merugikan kesehatan tidak hanya bagi
perokok sendiri tapi juga bagi orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Padahal
mereka yang bukan perokok mempunyai hak untuk menghirup udara bersih bebas asap
rokok.
2. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Perilaku merokok di kalangan para remaja?
2. Faktor
– faktor seseorang menjadi perokok berat?
3. Hambatan-hambatan bagi
penanggulangan masalah rokok di Kabupaten Hulu Sungai Utara?
4. Tahapan
seseorang menjadi perokok tetap?
5. Cara - cara menghentikan kebiasaan
merokok?
3. Tujuan
Penulisan
v Untuk
memuhi tugas perkuliahan.
v Agar
semua orang tau bagaimana cara merokok yang baik.
v Di
makalah ini kita dapat mengetahui cra menghentikan kebiasaan merokok
yang buruk.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebiasaan
Merokok Di Kalangan Remaja
Kali
ini saya akan membahas tentang kebiasaan merokok di kalangan remaja, karena
banyak sekali remaja-remaja SMP,SMA dan Mahasiswa perguruan tinggi termasuk
saya menghisap rokok.
Masa
remaja bisa jadi masa di mana individu mengkonsumsi rokok. Smet (1994)
berpendapat bahwa usia pertama kali merokok umumnya berkisar antara usia 11-13
tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Usia tersebut
dapat dikategorikan termasuk dalam rentangan masa remaja.
Lebih
jauh lagi Data WHO mempertegas bahwa remaja memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk merokok, data WHO menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah perokok yang ada
di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja (Republika, 1988).
Merokok
bagi sebagian remaja merupakan perilaku proyeksi dari rasa sakit baik psikis
maupun fsik. Walaupun di sisi lain, saat pertama kali mengkonsumsi rokok
dirasakan ketidakenakkan.
Hal
ini sejalan dengan perkataan Helmi yang berpendapat bahwa saat pertama kali
mengkonsumsi rokok, kebanyakan remaja mungkin mengalami gejala-gejala batuk,
lidah terasa getir, dan perut mual.
Namun
demikian, sebagian dari para pemula tersebut mengabaikan pengalaman perasaan
tersebut, biasanya berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi
ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang
memberikan kepuasan psikologis. Sehingga tidak jarang perokok mendapatkan
kenikmatan yang dapat menghilangkan ketidaknyamanan yang sedang dialaminya.
Gejala
ini dapat djelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan
rokok). Artinya, perilaku merokok meruakan perilaku menyenangkan dan dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat
obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin aalah adiktif dan anti-depressan,
jika dihentikan tiba-tiba akan menimbulkan stress.
Secara
manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang
mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat
dipahami apabila para perokok sulit untuk behenti merokok. Klinke & Meeker
(dalam Aritonang, 1997) mengatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi.
Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi,
pengalaman yang menyenangkan dan relaksasi.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan kompulsif
dengan menghisap asap yang berasal dari gulungan tembakau yang dibakar untuk
mendapatkan kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya eliminasi
perasaan negative yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari dari
lingkungan teman sebaya dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan (anticipatory
beliefs) untuk
menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya
tersebut tidak melanggar norma (permission
beliefs/positive).
2. Faktor-faktor Penyebab Menjadi Seorang Perokok
Banyak
sekali faktor-faktor penyebab menjadi
seorang perokok misalnya :
1. Lingkungan
rumah : Ayah yang sering merokok di depan anak-anaknya, sehingga anaknya
memiliki rasa penasaran dan rasa ingin mencoba menghisap rokok.
2. Lingkungan
Sekolah : Teman bermain di sekolah yang merokok di depan saya,pada saat sedang
bermain bersama.
3. Lingkungan
Masyarakat : Banyaknya orang di sekitar rumah ( di luar rumah ) yang merokok di
sembarang tempat, sehingga saya ingin menirunya
Masih
ada faktor-faktor lain selain faktor lingkungan, yaitu faktor psikologis misalnya:
1. Kebiasaan
(terlepas dari motif positif atau negatif)
2. Untuk
menghasilkan reaksi emosi positif (kenikmatan, dsb)
3. Untuk
mengurangi reaksi emosi negatif (cemas, tegang, dsb)
4. Alasan
sosial (penerimaan kelompok)
5. Ketergantungan
(memenuhi keinginan/ kebutuhan dari dalam diri) (Oskamp & Schultz, 1998.
dalam Ardiningtiyas, 2006)
3. Hambatan-hambatan Bagi
Penanggulangan Masalah Rokok di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Allen
menyatakan terdapat 7 (tujuh) hambatan bagi penanggulangan masalah rokok di
Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu;
- Tidak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang resiko merokok
- Tidak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, yaitu pengendalian rokok bagi kesehatan dan perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh industri rokok
- Tidak adanya komitmen oleh para politisi dan departemen pemerintah
- Adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial
- Kuatnya sektor industri rokok
- Desentralisasi dan tidak adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat pengendalian rokok
- Tak ada dana untuk membuat kampanye tandingan dan program pengendalian lainnya. (Kompas, 2001)
4. Tahapan
Seseorang Menjadi Perokok Tetap
Tahapan
seseorang menjadi perokok tetap (Laventhal
& Cleary;1980, Flay;1993);
v Persiapan;
sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku dan intensi
tentang merokok dan bayangan tentang seperti apa rokok itu.
v Inisiasi
(initiation); reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali
berupa batuk, berkeringat. (Sayangnya hal ini sebagian besar diabaikan dan
semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok)
v Menjadi
perokok; melibatkan suatu proses ‘concept formation’ , seseorang belajar
kapan dan bagaimana merokok dan memasukkan aturan-aturan perokok ke dalam
konsep dirinya
v Perokok
tetap; terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung yang
semakin mendorong perilaku merokok.
Aspek-aspek
kecanduan merokok menurut Sani (2005) adalah sebagai berikut:
v Ketagihan
secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin (nicotine
addiction)
v Automatic
Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit)
seperti membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam-dalam, merokok
sehabis makan dan merokok sambil minum kopi dan lain-lain
v Ketergantungan
psikologis/ emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai dalam mengatasi hal-hal
yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah, kalut ataupun frustasi
Mu’tadin
(2002) yang membagi perokok menjadi 3 yaitu Perokok berat merokok sekitar 21-30
batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.
Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit
setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan
selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Selanjutnya,
menurut Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) tempat merokok juga dapat mencerminkan
pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap
rokok, maka dapat digolongkan atas :
1.
Merokok di tempat-tempat umum/ ruang publik:
v Kelompok
homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya.
Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri
di smoking area.
v Kelompok yang heterogen (merokok ditengah
orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit,
dll). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang
yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang
terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun”
kepada orang lain yang tidak bersalah.
2.
Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:
v Di
kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti
ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
v Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan
sebagai orang yang suka berfantasi.
Dari
berbagai hal yang telah dijabarkan di atas di harapkan bagi perokok aktif dapat
meningkatkan kepekaan terhadap orang lain di sekitarnya, serta dapat menentukan
sikap apakah kebiasaan merokok hal yang baik atau buruk untuk tetap
dipertahankan. Saya tidak mengatakan mudah untuk menghilangkan sesuatu yang
sudah menjadi suatu kebiasaan, namun semua orang pasti mampu untuk berubah jadi
lebih baik jika ia benar-benar memiliki kemauan untuk terus.
5. Cara
– cara Menghentikan Kebiasaan Merokok
cara
menghentikan kebiasaan merokok yang bisa di coba :
v Usahakan
untuk menghilangkan dan bersihkan semua hal yang bersangkutan dengan “rokok”
dari dalam rumah tempat tinggal perokok. Juga minta kepada sesama rekan-rekan
perokok tersebut untuk tidak merokok di depan orang yang akan disembuhkan.
v Kemungkinan
besar pada waktu dekat sekitar 1 sampai 2 minggu pertama akan timbul
perselisihan dengan perokok yang akan di sembuhkan, jadi bersikaplah sabar
menghadapinya.
v Pujian
dan penghargaan yang baik adalah senjata ampuh untuk diberikan kepada perokok
ketika dalam waktu 1 sampai 2 minggu berhasil untuk menahan diri tidak
menghisap rokok. Ini akan sangat berarti bagi sang perokok, merasa dihargai,
serta dorongan mental yang positif dan kuat.
v Luangkan
waktu, sejenak ataupun banyak sekalipun, untuk mendengarkan semua keluhan dan
uneg-uneg yang perokok, kembali sikap sabar dan menghargai berperan besar di
sini.
v Carilah
kesibukan untuk perokok yang positif, misalnya aktifitas fisik seperti olah
raga dan lain sebagainya. Pada saat sang perokok sedang merasa tidak tahu harus
melakukan apa, permen bisa menjadi pengganti rokok, walaupun di beberapa kasus
perokok, permen tidak berhasil. Tapi untuk yang bisa bertahan sampai 2 minggu
tidak merokok, permen adalah alternatif yang bagus.
v Paling
penting adalah selalu berikan dukungan dan keyakinan kepada perokok bahwa ia
bisa mengurangi dan menghilangkan kebiasaan merokoknya.
Itu
tips / cara menghentikan kebiasaan merokok yang bisa dicoba, bila dilakukan
dengan disiplin dan terus menerus, kecanduan rokoknya pasti bisa dikurangi
bahkan dihilangkan sama sekali. Selamat mencoba.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Terdapat
banyak alasan yang melatarbelakangi remaja untuk merokok. Secara umum
berdasarkan kajian Kurt Lewin, merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan
individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan dari faktor lingkungan
juga disebabkan oleh faktor diri atau kepribadian.
Merokok
bagi sebagian remaja merupakan perilaku proyeksi dari rasa sakit baik psikis
maupun fsik. Walaupun di sisi lain, saat pertama kali mengkonsumsi rokok
dirasakan ketidakenakkan.
Gejala
ini dapat djelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan
rokok). Artinya, perilaku merokok meruakan perilaku menyenangkan dan dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat
obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin aalah adiktif dan anti-depressan,
jika dihentikan tiba-tiba akan menimbulkan stress.
Secara
manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang
mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat
dipahami apabila para perokok sulit untuk behenti merokok. Klinke & Meeker
(dalam Aritonang, 1997) mengatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi.
Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi,
pengalaman yang menyenangkan dan relaksasi.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan kompulsif
dengan menghisap asap yang berasal dari gulungan tembakau yang dibakar untuk
mendapatkan kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya eliminasi
perasaan negative yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari dari lingkungan
teman sebaya dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan (anticipatory
beliefs) untuk
menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya
tersebut tidak melanggar norma (permission
beliefs/positive).
2. Saran
– saran
·
Jangan suka merokok karena merokok
banyak mudharatnya.
·
Merokoklah di tempat – tempat sepi.
DAFTAR PUSTAKA
Brigham
C.J. (1991). Social psychology. Boston: Harper
Collins Publisher
Haryono.
2007. Hubungan Antara Ketergantungan Merokok Dengan Percaya Diri. [online] tersedia di http://www.infoskripsi.com/Artikel-Penelitian/Ketergantungan-Merokok.html pada pada: 7 mei 2009, 06.30.
Kemala
N, Indri. (2007). Perilaku Merokok pada Remaja. Semarang: Digital USU.
Komalasari,
D & Helmi, A.F (2000). Faktor-Faktor
Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja.[online] tersedia di http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilakumerokok_avin.pdf pada: 7 mei 2009,
06.30.
Pikiran
Rakyat. (2009). Kebiasaan Merokok Dalam Tinjauan
Kesehatan Jiwa. 10
Mei 2009
Poerwadarminta.
(1995) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Republika.
(1988). Lebih Dari Tiga Juta Meninggal
Karena Tembakau dalam Setahun. 30
oktober 1988
Rita
L. Atkinson, dkk. (1983). Pengantar Psikologi,
edisi kedelapan, Jakarta: PT. Erlangga,
Smet,
B (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT
gramedia